BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai perubahan tentu sudah dapat terbayangkan
terjadinya dari hal yang positif ke negatif atau sebaliknya dari negative ke
positif,namun itu semua tidak mudah tentunya akan mendapatkan hambatan dan
sebuah tantangan.Dalam konteks untuk menemukan konsep pendidikan Islam
ideal,maka menjadi tanggung jawab moral bagi setiap pakar muslim untuk
membangun teori Islam sebagai paradigma ilmu pendidikan.Islam sebagai paradigma
pendidikan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan paradigma-paradigma
lainnya yang mendasari konsep-konsep pendidikan.Dewasa ini khususnya di
Indonesia system pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah merupakan bentuk
adopsi sistematik dari system pendidikan Barat’sekuler’.
Diantara belitan berbagai persoalan besar,ia dihadapkan pula
pada berbagai persoalan tantangan dan prospek ke depan.Mampukah Pendidikan
Islam keluar dari belitan permasalahn tersebut dan ikut ambil bagian secara
aktif dalam hiruk-pikuknya lalu-lintas perubahan intelektual dan Socio Cultural
Global Village dewasa ini. Adalah pengembangan wawasan intelektual yang kreatif
dan dinamis di berbagai bidang dalam sinaran dan terintegrasi dengan Islam, merupakan
kata kunci yang harus di percepat prosesnya,baik pada dataran teoritis maupun
praktis. Berbicara tentang Pendidikan Islam atau pendidikan yang ada dan
berkembang di Negara-negara Muslim pada abad XXI, baik system, tujuan sampai
pada dataran operasionalnya masih menjadi bahan kajian di kalangan para ahli
pendidikan Islam.
Ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya silang pemikiran
tersebut.ialah:
1.
Pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan Islam yang
sekarang dikembangkan baik system maupun substansinya adalah cenderung diadopsi
dari Barat. Kalaupun muncul gagasan-gagasan baru yang lahir dari
pemikir-pemikir Muslim, hal tersebut dianggap hanya bersifat penutup belaka. Dengan
kata lain,melepaskan diri sama sekali dari pengaruh Barat adalah suatu hal
tidak mungkin.Harus diakui bahwa sebagia besar Negara Islam masihmerupakan
Negara Dunia ketiga (miskin atau masih berkembang),yang saat ini masih
tertinggal beberapa langkah dari kemajuan yang dicapai oleh Negara-negara
Barat,yang mau tidak mau jalur tersebut harus dilalui oleh Negara Muslim.
2.
Karya-karya klasik pada masa kejayaan Islam yang merupakan
pemikiran pendidikan Islam yang komprehensif cukup jarang dijumpai
B. Permasalahan
Dalam
makalah ini akan dibahas beberapa persoalan/permasalahan,yakni:
1. Pengertian pendidikan
Islam dan situasi social cultural saat ini
2. Problem-problem yang mewarnai
dunia pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi Islam
yang mendapat banyak perhatian dari para ilmuwan. Bagi mereka yang akan terjun ke
dalam bidang pendidikan Islam harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan
sesuai dengan tuntutan zaman.[1]
Dari segi bahasa pendidikan dapat diartikan perbuatan
(cara,hal,dan sebagainya) mendidik,dan bererti pula pengetahuan tentang
mendidik atau pemeliharaan badan,bathin dan sebagainya,
Dalam bahasa Arab,para pakar pendidikan pada umumnya
menggunakan kata tarbiyah untuk arti pendidikan.Adapun pengertian pendidikan
menurut istilah dapat merujuk kepada beerbagai sumber yang diberikan para ahli
pendidikan.Dalam undang-undang tentang System Pendidikan Nasional (UU RI No.2
Th.1989) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan,pengajaran,dan latihan bagi peranannya
di masa yang akan datang.
Selanjutnya, Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar
Dewantara, mengatakan bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan
pertumbuhan budi pekerti (kekuatan bathin,karakter),pikiran (intellect)
dan tubuh anak yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup,yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak
yang kita didik selaras dengan dunianya.[2]
Dari dua definisi tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan
adalah merupakan suatu usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kwalitas
sumber daya manusia seutuhya agar dia dapat melakukan perannya dalam kehidupan
secara fungsional dan optimal.
Dengan demikian,pendidikan pada intinya menolong manusia
agar dapat menunjukkan eksistensinya secara fungsional di tengah-tengah
kehidupan manusia.
Adapun Islam berasal dari bahasa Arab aslama,yuslimu,islaman
yang berarti berserah diri,patuh dan tunduk.Kata aslama tersebut pada
mulanya berasal dari salima,yang berarti selamat,sentosa dan
damai.Pengertian Islam dari segi kebahasaan ini sudah mengacu kepada misi Islam
itu sendiri yaitu mengajak manusia agar hidup aman,damai dan selamat dunia
akhirat dengan cara patuh dan tunduk kepada Allah,yang selanjutnya upaya ini
disebut ibadah.[3]
Selanjutnya,jika pendidikan dan Islam disatukan menjadi
Pendidikan Islam,artinya secara sederhana adalah pendidikan yang berdasrkan
ajaran Islam denganciri-cirinya,yaitu memiliki ajaran tauhid dan
persatuan,memuliakan manusia,memandang hukum alam sebagai ketentuan Tuhan.
Secara sederhana,istilah pendidikan Islam dapat dipahami
dalam beberapa pengertian, yaitu:
1.
Pendidikan menurut Islam atau Pendidikan Islami, yakni
pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai
fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya,yaitu Alquran dan
Sunnah.Dalam pengertian yang pertama ini pendidikan Islam dapat berwujud
pemikiran dan teori pendidikan yang dibangun dan dikembangkan dari
sumber-sumber dasar tersebut. Dalam realitasnya,pendidikan yang dibangun dan
dikembangkan dari kedua sumber tersebut terdapat beberapa visi,yaitu
a. Pemikiran,teori dan
penyelenggaraannya melepaskan diri dan/atau kurang mempertimbangkan situasi
konkrit dinamika pergumulan masyarakat muslim yang mengitarinya
b. Pemikiran,teori dan
praktikpenyelenggaraanya hanya mempertimbangkan pengalaman dan khazanah
intelektual ulama klasik.
c. Pemikiran teori dan praktik
penyelenggaraannya hanya mempertimbangkan situasi sosio-historis dan cultural
masyarakat kontemporer,dan melepaskan diri dari pengalam dan khazanah
intelektual ulama klasik.
d. Pemikiran,teori dan praktik
penyelenggaraannya mempertimbangkan pengalaman dan khazanah intelektual muslim
klasik serta mencermati situasi sosio-historis dan cultural masyarakat
kontemporer.
2.
Pendidikan keislaman atau Pendidikan Agama Islam,yakni upaya
mendidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya,agar menjadi
pandangan dan sikap hidup seseorang.Dalam pengertian yang kedua ini pendidikan
Islam dapat berwujud:
a. Segenap kegiatan yang dilakukan
seseorang atau suatu lembaga untuk membantu seorang atau kelompok peserta didik
dalam menanamkan dan menumbuhkembangan ajaran Islam dan nilai-nilainya.
b. Segenap fenomena atau peritiwa
perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah tertanamnya atau
tumbuh kembangnya ajaran Islam dan nilai-nilainya pada slah satu atau beberapa
pihak.
3.
Pendidikan dalam Islam,atau proses dan praktik
penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat
Islam.Dalam arti proses bertumbuhkembangnya Islam dan umatnya, baik Islam
sebagai agama,ajaran maupun system budaya dan peradaban,sejak zaman Nabi
Muhammad saw sampai sekarang.Jadi,dlam pengertian yang ketiga ini istilah
Pendidikan Islam dapat dipahami sebagai proses pembudayaan dan pewarisan ajaran
agama,budaya dan peradaban umat Islam dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya.
Walaupun istilah pendidikan Islam tersebut dapat dipahami
secara berbeda,namun pada hakikatnya merupakan satu kesatuan dan mewujud secara
operasional dalam satu system yang utuh,dengan demikian dapat dipahami bahwa
hakikat pendidikan Islam tersebut konsep dasarnya dapat dipahami dan dianalisis
serta dikembangkan dari Alquran dan As-sunnah.
Dan tujuan utama dari pendidikan Islam itu sendiri ialah
untuk memebentuk akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang
yang bermoral,laki-laki maupun wanita,jiwa yang bersih,kemauan yang
keras,cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi,tahu arti kewajiban dan
pelaksanaannya,menghormati hak-hak manusia,tahu membedakan buruk dengan
baik,memilih suatu fadhilah karena cinta pada fadhilah,menghindari suatu
perbuatan yang tercela karena ia tercela,dan mengingat Tuhan dalam setiap
pekerjaannya yang dilakukan.
B.Situasi
Social-Kultural
Situasi dunia secara umum dapat digambarkan bahwa,muncul
perjuangan-perjuangan dan konflik dalam masyarakat dunia kita yang mengambil
bentuk-bentuk regional pada semua level,baik ekonomi,politik dan budaya.Konflik
yang secara luas terjadi antara budaya barat yang dominan dengan trdisi ilmu
pengetahuan dan teknologi,dengan kultur non-Barat yang masih bersifat
per-industrial,yang masih rendah tingkat penguasaannya terhadap alam.Bagaikan
obat pahit yang menyembuhkan,namun banyak yang tidak mau menelannya.Karena itu
diperlukan system dan metode yang menarik.
Dalam menghadapi pergeseran nilai-nilai cultural yang
transisional dari dunia kehidupan,belum menemukan pemukiman mapan.Pendidikan
Islam dituntut untuk menerapkan pendekatan dan orientasi baru yang relevan
dengann tuntutan zaman.Justru pendidikan Islam membawakan prinsip dan nilai
absolutisme yang bersifat mengarahkan tren perubahan sosio-kultural.
C.
Problem-problem yang mewarnai Pendidikan
Beberapa problem utama yang mewarnai atmosfer dunia
pendidikan Islam pada umumnya dapat diklasifikasikan dalam lima hal.Jika di
analisis,maka dapat disimpulkan bahwa problem-problem tersebut merupakan
rangkaian yang saling terkait dan berjalan secara bersama.Persoalan-persoalan
tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Dichotomic
Masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan Islam adalah
dichotomy dalam beberapa aspek yaitu;antara Ilmu Agama dengan Ilmu Umum,antara
Wahyu dengan Akal serta antara Wahyu dengan Alam
Pandangan yang dikotomis tersebut pada giliran selanjutnya
dikembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia dan
akhirat,kehidupan jasmani dan rohani sehingga pendidikan Islam hanya diletakkan
pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja.
Munculnya masalah dikhotomi dengan segala perdebatannya
telah berlangsung sejak lama.Boleh dibilang gejala ini sudah mulai tampak pada
masa-masa pertengahan.Pada periode pertengahan,lembaga pendidikan Islam
(terutama Madrasah sebagai pendidikan tinggi) tidak pernah menjadi universitas
yang di fungsikan semata-mata untuk mengembangkan tradisi penyelidikan bebas
berdasarkan nalar.Ia banyak diabdikan kepada ilmu-ilmu agama dengan penekanan
pada fiqh,tafsir dan hadist.Sementara ilmu-ilmu non agama (keduniaan),terutama
ilmu-ilmu alam dan eksakta sebagai akar pengembangan sains dan teknologi,sejak
awal perkembangan Madrasah dan al-Jamia’h sudah berada dalam posisi marginal.
Islam memang tidak pernah membedakan antara ilmu-ilmu agama
dan ilmu umum (keduniaan),dan/atau tidak berpandangan dikotomis mengenai ilmu
pengetahuan.Namun demikian,dalam realitas sejarahnya justru supremasi lebih
diberikan pada ilmu-ilmu agama sebagai jalan tol untuk menuju Tuhan.Untuk itu
dikhotomi dalam pendidikan Islam perlu dihapuskan,sebab dengan menerima prinsip
ini,maka pendidikan Islam hanya akan melahirkan manusia-manusia Muslim yang
terpecah kepribadiannya,di masjid atau di langgar mereka bersikap alim,sementara
di pasar,di pabrik dan di masyarakat luas mereka tampil sebagai orang asing
yang tidak punya orientasi moral,kepedulian social,kasih saying,kejujuran dan
tanggung jawab.
Menurut Ma’arif diterimanya prinsip dikhotomi antara
ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu agama sebenarnya merupakan suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisah-pisahkan.Keduanya amat diperlukan dalam rangka penunaian
tugas dan peran manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.Di sisi
lain,Islam adalah serangkaian pengetahuan yang di anugerahkan kepada manusia
oleh Allah sebagai sumber dari segala sumber pengetahuan.
Ketika
membandingkan pendidikan Islam dengan pendidikan umum,Azra menyebutkan ada enam
karakteristik yang dimiliki pendidikan
Islam :
- Penguasaan ilmu pengetahuan Ajaran Islam mewajibkan
umatnya mencari ilmu pengetahuan
- Pengembangan ilmu pengetahuan,ilmu yang telah dikuasai
harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain.
- Penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan
pengembangan ilmu pengetahuan tersebut itu hanyalah untuk pengabdian
kepada Allah dan kemaslahatan umum.
- Penyesuaian pada perkembangan anak
- Pengembangan kepribadian,pengembangan aspek ini
berkaitan dengan seluruh nilai dan system Islam sehingga peserta didik
diarhkan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.
- Penekanan pada amal saleh dantanggung jawab.Setiap
peserta didik diberikan semangat dan dorongan untuk mengamalkan ilmunya
sehingga benar-benar bemanfaat bagi diri,keluarga dam masyarakat secara
keseluruhan.
2)
To General Knowledge
Kelemahan dunia pendidikan Islam berikutnya adalah sifat
pengetahuannya yang masih terlalu general atau umum dan kurang memperhatikan
kepada upaya penyelesaian masalah.Syed H.Alatas menyatakan bahwa,kemampuan
untuk mengatasi berbagai permasalahan,mendefinisikan,menganalisis dan
selanjutnya mencari jalan keluar/atau pemecahan masalah tersebut merupakan
karakter dan sesuatu yang mendasar kualitas sebuah intelektual.Ia
menambahkan,ciri yang terpenting yang membedakan dengan non-intelektual adalah
tidak adanya kemauan untuk berfikir dan ketidakmampauan untuk melihat
konsekuensinya.
3)
Lack of Spirit of Inquiry
Persoalan besar lainnya yang menjadi faktor penghambat
kemajuan dunia pendidikan Islam adalah rendahnya semangat untuk melakukan
penelitian.Pendidikan model Barat di masa kolonial merupakan suatu bentuk
imitasi dari Westernisasi.Dalam masyarakat Muslim dimana lembaga-lembaga
pendidikan tinggi memiliki akar kuat terhadap cara-cara belajar hafalan,isi (
content) dan sains-sains positif yang diadopsi dari Eropa tetap diajarkan
dengan model hafalan.
4)
Memorisasi
Kemerosotan secara gradual (perlahan) dari standar-standar
akademis yang berlansung selama berabad-abad tentunya terletak pada
bahwa,karena jumlah buku yang tertera dalam kurikulum sedikit sekali,maka waktu
yang dipelukan untuk belajar juga terlau singkat bagi siswa-siswa untuk dapat
menguasai materi yang seringkali sulit untuk dimengerti.Hal ini menimbulkan
dorongan untuk belajar dengan system hafalan (memorizing) daripada pemahaman
yang sebenarnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa abad-abad pertengahan yang akhir
yang menghasilkan jumlah besar karya-karya komentar dan bukan karya-karya yang
pada dasarnya orisinil.Fenomena ini berkembang secara fundamental dari
kebiasaan-kebiasaan berkonsentrasipada buku dan bukan pada pelajaran.
5)
Certificate Oriented
Diantara semua atau masyarakat,orang-orang Islam memiliki
keunikan dalam mengembangkan sains (ilm) terhadap penyebarluasan tradisi
keagamaan (hadith).Bagi muslim yang saleh ilmu hadith telah menjadi ilmu yang
par excelence.Hal tersebut menjadi sesuatu yang mendasari tugas bagi mereka
yang disebut ilmuwan,dalam merespon salah satu hadist nabi yang cukup kondang
“Carilah ilmu walaupun di negeri Cina”) menempuh perjalanan jauh dan
melelahkan hingga ke luar wilayah kekhalifahan.
Perjalanan tersebut memiliki derajat yang tinggi diantara
perbuatan-perbuatan yang saleh,barang siapa yang mati dalam perjalanan mencari
ilmu adalah seperti mereka yang mati syahid di medan perang suci.Semangat
inilah yang menjadi pola yang diterapkan dan dikembangkan pada masa-masa awal
Islam dalam pencarian,pengumpulan dan penyeleksian Hadith menjadi suatu
disiplin yang memenuhi kriteria-kriteria ilmiah.
1. Faktor-Faktor
Internal Dalam Pendidikan Islam,Yaitu :
Pertama, meliputi manajemen pendidikan Islam yang terletak
pada ketidak jelasan tujuan yang hendak di capai, ketidak serasian kurikulum
terhadap kebutuhan masyarakat, kurangnya tenaga pendidik yang berkualitas dan
profesional, terjadinya salah pengukuran terhadap hasil pendidikan serta masih
belum jelasnya landasan yang di pergunakan untuk menetapkan jenjang-jenjang
tingkat pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga keperguruan tinggi. (Abidin
: 2010)
Menurut Moh Raqib bahwa
problem mutu lulusan lembaga pendidikan islam selama ini adalah alumni
yang bisa dibilang tidak atau kurang kreatif. Indikasi hal tersebut tampak pada
alumni yang relative banyak tidak mendapat lapangan kerja dan lebih
mengandalkan untuk menjadi PNS sementara lowongan kerja untuk PNS sangat
terbatas. Ini menunjukkan rendahnya kreatifitas untuk menciptakan lowongan
kerja sendiri. (Raqib: 89).
Tentunya fenomena ketidakkreatifan peserta didik tentu saja
tidak lepas dari system pendidikan dan pembelajaran yang ada di lembaga
pendidikan yang memenag sering kali tidak menekankan peserta didik untuk
bersikap kreatif. Padahal menegemen siswa yang meliputi pengolahan siswa
menjadi output yang menarik itu penting. Hal ini menunjukkan bahwa menegemen
pendidikan dalam lembaga pendidikan islam pada umumnya belum mampu
menyelenggarakan pembelajaran dan pengelolaan pendidikan yang efektif dan
berkualitas.
Kedua, faktor kompensasi profesional
guru yang masih sangat rendah. Para guru yang merupakan unsur terpenting dalam
kegiatan belajar mengajar, umumnya lemah dalam penguasaan materi bidang studi,
terutama menyangkut bidang studi umum, ketrampilan mengajar, manajemen keles,
dan motivasi mengajar. Para guru seharusnya mempunyai kompetensi padagogik ,
kepribadian, profesional, dan sosial. (Qurroti : Scirbd.com ). Faktanya tak jarang ditemui guru mengeluhkan
nasibnya yang buruk, guru tidak berkompeten untuk melakukan pengarahan; dan guru yang merasa bahwa tugasnya
hanya mengajar..
Ketiga, faktor pemimpin sekolah yang lemah dalam komunikasi
dan negosiasi. Pimpinan pendidikan Islam bukan hanya sering kurang memiliki
kemampuan dalam membangun komunikasi internal dengan para guru, melainkan juga
lemah dalam komunikasi dengan masyarakat, orang tua, dan pengguna pendidikan
untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
2. Faktor-Faktor
Eksternal Yang Dihadapi Pendidikan Islam
Pertama, adanya perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap
pendidikan Islam. Alokasi dana yang diberikan pemerintah sangat jauh
perbedaannya dengan pendidikan yang berada di lingkungan Diknas. Terlepas itu
semua, apakah itu urusan Depag atau Depdiknas, mestinya alokasi anggaran negara
pada pendidikan Islam tidak terjadi kesenjangan, Padahal pendidikan Islam juga
bermisi untuk mencerdaskan bangsa, sebagaimana juga misi yang diemban oleh
pendidikan umum.
Kedua, dapat dikatakan bahwa paradigma birokrasi tentang
pendidikan Islam selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral dan bukan
pendekatan fungsional. Pendidikan Islam tidak dianggap bagian dari sektor
pendidikan lantaran urusannya tidak di bawah Depdiknas. Dan lebih tragis lagi
adalah sikap diskriminatif terhadap prodak atau lulusan pendidikan Islam.
Ketiga ,dapat di katakan bahwa paradigm masyarakat terhadap
lembaga pendidikan islam masih sebelah mata. Lembaga pendidikan Islam merupakan alternatif terakhir setelah tidak
dapat diterima di lembaga pendidikan di lingkungan Diknas, itulah yang sering
kita temui di sebagian masyarakat kita. Pandangan masyarakat yang demikian
menjadi indicator rendahnya kepercayaan mereka terhadap lemabga pendidikan
islam.
Posisi dan peran pendidikan Islam
dengan keragaman lembaga yang dimilikinya masih dipertanyakan. Seharusnya:
Pendidikan Islam mampu menjalankan perannya sebagai pendidikan alternatif yang
menjanjikan masa depan. Tapi faktanya, Kehadiran madrasah, sekolah dan
perguruan tinggi Islam cenderung berafiliasi pada ormas-ormas Islam seperti
Muhammadiyah, NU, dan Persis atau badan-badan/ yayasan-yayasan Perguruan Islam.
Yang Lebih parah lagi, kasus teroris yang dalam kisah pendidikannya ada lulusan
sekolah Isalm. Ini mungkin menjadi alas an yang tidak cukup kuat, tetapi
begitulah sebagian perspektif masyarakat yang ada.Dengan demikian tugas Lembaga
Pendidikan Islam yang ada di Indonesia untuk menghasilkan output pendidikan
yang tidak sekedar berkualiatas iman,tetapi juga ilmu bisa terwujud.
Diharapkan adanya usaha
sekolah-sekolah dan instansi terkait dengan dengan pendidikan Islam untuk
meciptakan pendidikan islam yang ideal, yaitu pendidikan islam yang membina
potensi spiritual, emosional dan intelegensia secara optimal (Miftah: 2010). Ketiganya
terintegrasi dalam satu lingkaran.yang akhirnya membentuk paradigma baru di
masyarakat tentang kualitas yang menarik dari sekolah-seolah Islam.
Dengan demikian sikap diskriminatif
dan masalah paradigm yang buruk tentang kualitas pendidikan di Sekolah Islam
dapat perlahan berubah. Tentunya melalui konsep integrated curriculum, proses
pendidikan memberikan penyeimbangan antara kajian-kajian agama dengan kajian
lain [non-agama] dalam pendidikan Islam yang merupakan suatu keharusan,
menciptakan output pendidikan yang baik, apabila menginginkan pendidikan Islam
kembali survive di tengah perubahan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dalam menghadapi sebuah perubahan pastilah akan terdapat
beberapa masalah atau problematika,untuk itu diperlukan peran aktif dari semua
pihak.Begitu juga dengan Pendidikan Islam dalam menapak sebuah perubahan,banyak
sekali mengalami kendala dan tantangan.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang mengajarkan tentang
nilai-nilai agama,di mana dia mempunyai tujuan tersendiri yaitu megajarkan
manusia tentang budi pekerti,makhluk yang saling mengasihi dll.
Problem yang sering dihadapi oleh dunia pendidikan terutama
pendidikan Islam adalah masih berbaurnya unsur Barat,mulai dari lembaga
pendidikan hingga system pendidikannya,untuk itu sangat diperlukan sekali
campur tangan dari masyarakat Muslim untuk membenahinya.
- Saran
Dari Pemaparan diatas kami selaku
pemakalah, meminta kepada para pembaca untuk bisa bersama-sama membenahi
problem pendidikan Islam yang sudah tercampur aduk oleh budaya barat, . Dan
akhirnya kami selaku pemakalah untuk sekedar berbagi Pengetahuan, jika terdapat
kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini kami terima
dengan senang hati.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Abrasyi,Athiyah,Dasar-dasar
Pokok Pendidikan Islam,Jakarta:Bulan
Bintang,1969
Arifin,Muzayyin,Kapita Selekta
Pendidikan Islam,Jakarta:Bumi Aksara,2003
Ismail,et.al.Paradigma
Pendidikan Islam,Semarang:Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo,2001
Muhaimin,et.al,Paradigma Pendidikan
Islam,Bandung:PT.Remaja Rosda
Karya,2001
Muqowim,Jurnal Pendidikan Islam
Ta’dib,Palembang:IAIN Raden Fatah
Press,2001
Nata,Abuddin,Metodologi Studi
Islam,Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar