Akhlak Remaja Riau hancur, berbagai ragam krisis akhlak dan
moral kini terus menular, merebak dan Sudah melekat dalam masyarakat kita
khasnya di kalangan remaja. hamil luar nikah, Minum-minuman, Pecandu, sudah
menjadi kebiasaan yang susah di hilangkan, hampir semua kejahatan dilakukan
oleh kenakalan remaja. Dari berita multimedia seperti televisi banyak
mempertontonkan kenakalan remaja, tawuran seusai pulang sekolah, seakan akhlak
tidak di gunakan lagi, dan sudah terhapus dalam hati remaja.
Pelbagai jenis kenakalan remaja telah tersebar kesentrio
Nusantara. Bukan hanya di Provinsi Riau saja, hampir di seluruh belahan
Nusantara, tiap provinsi, mempunyai masalah yang sama, apalagi di kota-kota
besar, seperti Pekan baru, moral dan prilaku pemuda jaman sekarang seperti
tidak mempunyai batasan-batasan, kurangnya pendidikan moral di sekolah bahkan
tidak adanya pelajaran moral di tingkat SMP, SMA, Dalam tahun 2011 kenakalan remaja.
Daripada jumlah curi kenderaan adalah….
, lain-lain kecurian rumah ,
pecah rumah malam hari…., curi dalam bangunan/orang gaji……, mendatangkan
kecederaan….., pecah rumah siang hari….., Perangkaan-perangkaan yang
menggerunkan ini menyerlahkan kepada kita betapa seriusnya krisis akhlak yang
melanda remaja di negara kita ketika ini[1].
Hancurnya moral remaja semakin parah, tidak adanya
Pendidikan Moral di lembaga sekolah seperti SMP, SMA di tambah masuknya budaya
asing membuat remaja kian hancur, seakan lembaga pendidikan angkat tangan atas
masalah Moral, Faktor-faktor tertentu seperti mencari kepuasan nafsu, ingin
membebaskan diri dari kemiskinan, kongsi gelap, dadah, bertelingkah dengan ibu
bapa , gagal dalam peperiksaan , bosan duduk di rumah, trauma akibat perbuatan
seks dan sebagainya rupa-rupanya lebih berpengaruh dari asuhan institusi
pendidikan yang sedia ada. Rusaknya moral ini akan berkaitan dengan cerminan
budaya yang ada di daerah tempat remaja itu hidup, jika tidak di benahi maka
provinsi Riau akan terpuruk dan mempunyai
cerminan negatif . padahal Riau mempunyai visi pada tahun 2020
menjadikan Riau sebagai budaya islam melayu.
Bela
Pelihara Anak : Fenomena Pembentukan Akhlak Generasi Muda
Pemuda adalah orang yang berusia 18 s.d 35 tahun.[2]
Tentu penetapan margin usia ini telah melampaui kajian akademis untuk
mendapatkan rumusan yang tepat bagi kondisi demografi kepemudaan di tanah air.
Berdasarkan data Susenas 2011, jumlah pemuda Riau tahun 2011 mencapai juta jiwa atau… persen dari total penduduk
yang terdiri dari… juta pemuda laki-laki dan …juta pemuda perempuan. Jika
dilihat menurut daerah tempat tinggal, tampak bahwa pemuda yang tinggal di
pedesaan jumlahnya lebih banyak daripada pemuda yang tinggal di perkotaan
(….juta berbanding….juta).[3]
Dengan jumlah yang amat besar tersebut, maka peran strategis
pemuda dalam pembangunan nasional sangatlah penting spesifikasinya dalam
pembangunan daerah. Hal ini telah dibuktikan di dalam berbagai kiprah pemuda
seiring dengan perjalanan dan denyut jantung kehidupan suatu bangsa. Oleh sebab
itulah diskursus-diskursus tentang kiprah pemuda di berbagai lini kehidupan
bangsa tidak akan pernah habis dan mati.
Sekarang moral pemuda hancur, kata-kata itulah yang tertanam
di jiwa-jiwa pemuda sekarang, seakan sosok pemuda progresif, intelek dan
revolusioner tak sanggup lagi dicerna ke dalam pemikiran pemuda masa kini, yang
seharusnya dimiliki. Hakikat seorang pemuda sepertinya dicerminkan dalam
kalimat pertama diatas, dengan alasan estetika dan kesenian. Hal seperti itulah
yang akhirnya menyebabkan degradasi moral, penyimpangan sosial, brutalitas dan
mendesorder (mengacaukan) pembangunan bangsa. Contoh konkretnya berbagai
kerusuhan yang hanya disebabkan oleh hal-hal konyol seperti permasalahan cewek,
kalah dalam pertandingan sepak bola dan lainnya.
Sifat hedonis dalam gaya hidup (life style) adalah
ciri pemuda sekarang. Bahkan tak sedikit yang mendestasikan dirinya kepada
pemuda berjiwa progresif, intelek dan revolusioner. Dengan alasan, pemuda yang
seperti itu dianggapnya sepagai orang yang kuper, katrok, dan nggak gaul.
Seakan kita (pemuda sekarang) lupa pada perih rintihnya perjuangan pemuda
pra-kemerdekaan. Bayangkan mereka yang berjuang demi kita malah kita
mendurhakainya, bahkan kita mendekadensikan Indonesia kembali (yang secara
tidak langsung berarti kita menjajah diri kita sendiri) dan mirisnya para
pejabat negara yang menganggap hal ini sebagai hal yang prevalentif. Ditambah
lagi membudayanya KKN, makelar kasus yang bebas beronar, dan pemegang hierarki
negara yang semakin sewenang-wenang.
Sebagai pendidik
pertama dan utama, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membina
akhlak remaja. Nilai-nilai akhlak karimah yang bersumberkan ajaran agama Islam
harus diberikan, ditanamkan dan dikembangkan oleh orang tua terhadap para
remaja dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman akhlak tersebut penting karena
inti dari keberagamaan seseorang akan termanifestasikan dalam akhlak karimah.
Akhlak karimah yang
perlu ditanamkan orang tua seperti ketaatan beribadah, berperilaku baik, hormat
kepada orang tua, memiliki sifat ikhlas tawadhu secara perlahan-lahan akan
terinternalisasi pada diri setiap remaja sehingga akhirnya berdampak positif
bagi kehidupan mental dan spiritualnya, sehingga dapat memberikan kekuatan yang
positif bagi remaja dalam menjalani proses hidup dan dapat menyikapi dampak
negatif yang diakibatkan oleh era globalisasi dan informasi.
Agama Islam sebagai
sumber nilai akhlak harus dijadikan landasan oleh orang tua dalam membina
akhlak remaja karena agama merupakan pedoman hidup serta memberikan landasan
yang kuat bagi diri setiap remaja. Di samping itu pembiasaan-pembiasaan yang
dilakukan orang tua sehari-hari seperti sholat, membaca Al-Qur’an, menjalankan
puasa serta berperilaku baik merupakan bagian penting dalam pembentukan dan
pembinaan akhlak remaja.
Dalam pendidikan dan
pembinaan akhlak bagi para remaja, orang tua harus dapat berperan sebagai
pembimbing spiritual yang mampu mengarahkan dan memberikan contoh tauladan,
menuntun, mengarahkan dan memperhatikan akhlak remaja sehingga para remaja
berada pada jalan yang baik dan benar. Jika remaja melakukan kesalahan, maka
orang tua dengan arif dan bijaksana membetulkannya, begitu juga sebaliknya jika
remaja melakukan suatu perbuatan yang terpuji maka orang tua wajib memberikan
dorongan dengan perkataan atau pujian maupun dengan hadiah berbentuk benda.
Oleh karena itu peranan
keluarga sangat besar dalam membina akhlak remaja dan mengantarkan kearah
kematangan dan kedewasaan, sehingga remaja dapat mengendalikan dirinya,
menyelesaikan persoalannya dan menghadapi tantangan hidupnya. Untuk membina
akhlak tersebut, maka orang tua perlu menerapkan disiplin dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. Disiplin yang ditanamkan orang tua merupakan modal dasar
yang sangat penting bagi remaja untuk menghadapi berbagai macam pesoalan pada
masa remaja.
Peranan keluarga (orang tua) dalam membina akhlak remaja antara lain dapat dilakukan dengan cara :
Peranan keluarga (orang tua) dalam membina akhlak remaja antara lain dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah SWT, dengan cara melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana yang
diperintahkan dalam ajaran agama Islam. Dalam hal ini orang tua harus menjadi
contoh yang baik dengan memberikan bimbingan, arahan, serta pengawasan sehingga
dengan kondisi seperti ini remaja menjadi terbiasa berakhlak baik.
2. Meningkatkan interaksi melalui komunikasi dua arah. Orang tua dalam hal ini dituntut untuk dapat berperan sebagai motivator dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang positif yang dimiliki remaja sehingga perilaku atau akhlak remaja tidak menyimpang dari norma-norma baik norma agama, norma hukum maupun norma kesusilaan.
2. Meningkatkan interaksi melalui komunikasi dua arah. Orang tua dalam hal ini dituntut untuk dapat berperan sebagai motivator dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang positif yang dimiliki remaja sehingga perilaku atau akhlak remaja tidak menyimpang dari norma-norma baik norma agama, norma hukum maupun norma kesusilaan.
3. Meningkatkan disiplin dalam berbagai
bidang kehidupan. Orang tua dalam melaksanakan seluruh fungsi keluarganya baik
fungsi agama, fungsi pendidikan, fungsi keamanan, fungsi ekonomi maupun fungsi
sosial harus dilandasi dengan penanaman disiplin yang terkendali agar dapat
mengendalikan akhlak atau perilaku remaja.
Permasalahan moral ini, lantaran kurangnya pendidikan dalam
beragama dan khusnul adab. Dewasa ini, hampir tidak ada sekolah yang mendoktrin
tentang tata karma, menciptakan kerukunan, berbudi luhur. Mungkin hanya sekedar
materi pelajaran berupa akidah akhlak yang mengisi waktu sejam-dua jam. Sifat
kemanusiaan yang dapat membangun bangsa seharusnya sudah ditanamkan kepada Pemuda
sebagai agent of change (agen perubahan) sejak dini, bukan dituntun
untuk memiliki gaya hidup yang wah. Jangan jadikan kasih sayang sebagai alasan
untuk melakukan hal itu, karena masih banyak rakyat miskin merana meminta
segenggam kesejahteraan. Sadarlah wahai pemuda!
Pemuda yang kemudian akan menjadi pemimpin bangsa di masa
mendatang sudah harus dipersiapkan dengan baik dan matang, sehingga peran
pemuda hendaklah direvitalisasi sejak dini, sebab dalam sebuah kepemimpinan
dibutuhkan integritas, kapasitas, juga pengalaman dan kematangan emosional.
Ujung dari semua itu adalah kebijaksanaan (wisdom) dan kebijakan (policy).
Hal krusial dalam permasalahan ini adalah bagaimana seorang pemimpin muda mampu
memutuskan kebijakan secara bijak, cepat dan tepat, berdampak bagi kemajuan dan
kesejahteraan rakyat dalam membangun daerah, dan itu tidak ada hubungannya sama
sekali dengan konteks usia, bagi mereka yang mampu boleh bersaing dalam
percaturan politik bangsa untuk memimpin Negara ini menuju pencitraan yang
lebih baik.
Budaya
Islam Melayu Riau
Kata atau nama Melayu telah dikenal dalam rentang waktu yang
cukup lama. Kata atau nama Melayu telah disebut-sebut pada tahun 664/45 Masehi,
dan muncul pertama kali dalam catatan (buku tamu) kerajaan China.
Melayu diartikan sebagai satu suku yang berasal dari Indalus
(Sumatra) dan Seberang Sumatra (Malaka). Di Indalus atau Andalas terdapat
kerajaan yang berhadapan dengan Pulau Bangka, di sana ada Sungai Tatang dan
Gunung Mahameru serta sungai yang bernama ‘Melayu’. Rajanya bernama Demang
Lebar Daun. Kata ‘melayu’ masih ditemui pada bahasa-bahasa di sekitar Palembang
dan juga di Pulau Jawa; yang dihubungkan dengan kata ‘melaju’, atau
‘deras’,’kencang’. Kemudian ‘melayu’ dapat diartikan sungai deras aliran
airnya; bisa juga ditafsirkan orang atau penduduknya pedagang yang gesit,
dinamis. Melayu dapat pula berarti dagang; yang berarti orang asing. Bangsa
Melayu identik sebagai seorang pedagang yang gesit. Fenomena kata ‘melayu’ yang
kali kedua ini dan kemudian ditolak ukur dengan pernyataan ‘melayu’ pada poin
pembahasan di pragraf sebelumnya juga sejalan dengan pernyataan dari catatan
seorang biksu China bernama I tsing (Haan 1897; Schnittger 1939). Menurut
catatan sang biksu, dia sempat mengunjungi Kerajaan Melayu sebanyak dua kali,
yakni tahun 671 M dan 685 M.
Melayu juga diidentikan dengan Agama Islam. Yang disebut
‘orang melayu’ adalah orang yang memeluk agama Islam, berbahasa Melayu dan
beradat istiadat Melayu; tidak ada orang Melayu yang tidak beragam Islam.
Tinjauan-tinjauan tentang suku Melayu tersebut di atas
menggunakan metode pendekatan bahasa dan pemaknaan kata ‘melayu’ dalam arti
kata. Metode tersebut sering pula disebut sebagai metode filologis. Dari hasil
tinjauan tersebut tergambarlah bahwa melayu merupakan suatu suku yang berada di
Pulau Sumatra dengan ciri suka berdagang dan sukses dalam pelayaran dagangnya.
Kelokasian tempat dari asal-usul suku melayu ada dimana ? (tentang perkiraan
suku Melayu ada di Sumatra Tengah), masih sangat kabur dan kurang jelas
keberadaannya, atau: apakah ‘melayu’ hanyalah satu sebutan saja bagi seorang
pelayar dan melaksanakan aktifitas perdagang pada masa dahulunya ?
Melayu pada tinjauan filologis hanya menafsirkan sebagai
suku yang berasal dari Sumatra dan Seberang Sumatra (Malaka). Karena kebiasaan
dagang suku tersebut maka persebaran adat mereka tersiar di Pulau Jawa dan
seluruh Nusantara Indonesia juga di belahan bumi lainnya.
Budaya Melayu banyak
dipengaruhi Agama Islam. Melayu yang berkembang di Sumatra melingkupi
kerajaan-kerajaan bekas Hindu dan Budha serta animisme di nusantara. Adapun
kerajaan–kerajaan itu antara lain : Samudara Pasai di Kalimantan, Sriwijaya di
Sumatra, Aceh di Sumatra, Goa di Sulawesi, Aceh dan juga Riau Lingga.
Kerumpunan Melayu yang
berkembang di Riau sangat mendominasi. Ini tidak dapat dilepaskan dari nilai
sejarah pembentuknya. Kebudayaan Melayu yang begitu kental di wilayah Riau
kemudian disinyalir sebagai suatu petanda sentiment yaitu tentang pusat Budaya
Melayu. Oleh pemerintah setempat dan tentunya didukung oleh segenap Bangsa
Indonesia, kemahawarisan Budaya Melayu yang mendominasi wilayah Riau ini
menjadi sebuah proses pelacakan pusat Budaya Melayu semenjak beberapa tahun
silam dengan sebuah misi publik yaitu : Riau adalah pusat dari Budaya Melayu
Dunia pada tahun 2020 kelak.
Dominasi Budaya Melayu
di Riau ini kemudian menjadi faktor sosiologis masyarakatnya. Hubungan sosial
antar masyarakat Riau yang terdiri dari berbagai akar budaya yang saling
berakulturasi telah menempatkan kemahawarisan Budaya Melayu sebagai filter
budaya yang berkembang disana.
Keidentikan Budaya
Melayu adalah peleburan budaya dan nilai norma Agama Islam. Agama Islam telah
pula menjadi ciri lahirnya beragam bentuk kreatifitas seni sebagai bagian dari
wujud Kebudayaan Melayu.
Akhlak
Generasi Muda Basic Visi Riau 2020 Menjadikan Riau budaya Islam Melayu
Secara realitas kita tidak bisa lari dari perubahan akhlak
remaja di Riau, percampuran budaya telah mempengaruhi akhlak dan Prilaku remaja
kearah prilaku yang negatif, seharusnya remaja Riau tidak mudah untuk
terpengaruh oleh arus globalisasi, dengan nilai akhlak yang di miliki
Penutup
Pendidikan orang tua
lebih berperan dalam proses pembentukan akhlak, banyaknya waktu yang dimiliki
orang tua, sehingga memudahkan menanamkan nilai moral.
Orang tua tidak bisa
mengandalkan pendidikan di sekolah untuk mendidik moral anaknya, karena
terbatasnyanya waktu, bahkan tidak adanya pelajaran khusus untuk pembentukan
moral di lingkungan sekolah. Maka akan terasa sulit untuk mengandalkan sekolah
untuk bisa mengubah moral remaja.
Bagaimanapun, pemuda
adalah potensi kepemimpinan bangsa masa depan. Atas kesadaran itu, maka
kaderisasi-kaderisasi kepemimpinan yang melibatkan kalangan pemuda secara
intensif perlu terus ditingkatkan. Akan tetapi peran pemuda dalam roda
pemerintahan tetaplah krusial. Banyak contoh di berbagai Negara, dimana titik
tolak perubahan justru berawal dari perjuangan pemuda. Setidaknya ada dua
rahasia besar kekuatan pemuda, yaitu kekuatan personal dan keunggulan
mengorganisasi kekuatan. Al-qur’an mengabadikan keunggulan personal pemuda yang
mempunyai sifat qowiyyun amiin (kuat dan dapat dipercaya), hafiidzun
aliim (amanah dan berpengetahuan luas), bashthotan fil ‘ilmi wal jism
(kekuatan ilmu dan fisik), ra’uufun rohiim (santun dan pengasih).
Sifat-sifat unggul tersebut merupakan potensi besar, yang menumpuk pada
individu pemuda, dimana masyarakat sangat mengharapkannya.
Penulis menyadari bahwa
kegelisahannya dalam makalah ini akan memberikan suatu dampak pada
ketidaksetujuan dan pernyataan sikap oleh berbagai pihak pembaca. Perlu
diadakannya alternatif diskusi yang berkelanjutan atas makalah ini agar
tercipta suatu makalah yang sempurna dan bisa menjadi bentukan dari sebuah
loncatan untuk proses pembentukan akhlak remaja muda untuk mensosialisasikan
budaya Melayu di Riau.