Sabtu, 29 Oktober 2011

Bela Pelihara Anak : Pembentukan Akhlak Generasi Muda, Sosialisasi Budaya Melayu di Riau



Akhlak Remaja Riau hancur, berbagai ragam krisis akhlak dan moral kini terus menular, merebak dan Sudah melekat dalam masyarakat kita khasnya di kalangan remaja. hamil luar nikah, Minum-minuman, Pecandu, sudah menjadi kebiasaan yang susah di hilangkan, hampir semua kejahatan dilakukan oleh kenakalan remaja. Dari berita multimedia seperti televisi banyak mempertontonkan kenakalan remaja, tawuran seusai pulang sekolah, seakan akhlak tidak di gunakan lagi, dan sudah terhapus dalam hati remaja.
Pelbagai jenis kenakalan remaja telah tersebar kesentrio Nusantara. Bukan hanya di Provinsi Riau saja, hampir di seluruh belahan Nusantara, tiap provinsi, mempunyai masalah yang sama, apalagi di kota-kota besar, seperti Pekan baru, moral dan prilaku pemuda jaman sekarang seperti tidak mempunyai batasan-batasan, kurangnya pendidikan moral di sekolah bahkan tidak adanya pelajaran moral di tingkat SMP, SMA, Dalam tahun 2011 kenakalan remaja. Daripada jumlah curi kenderaan adalah….  , lain-lain kecurian rumah    , pecah rumah malam hari…., curi dalam bangunan/orang gaji……, mendatangkan kecederaan….., pecah rumah siang hari….., Perangkaan-perangkaan yang menggerunkan ini menyerlahkan kepada kita betapa seriusnya krisis akhlak yang melanda remaja di negara kita ketika ini[1].
Hancurnya moral remaja semakin parah, tidak adanya Pendidikan Moral di lembaga sekolah seperti SMP, SMA di tambah masuknya budaya asing membuat remaja kian hancur, seakan lembaga pendidikan angkat tangan atas masalah Moral, Faktor-faktor tertentu seperti mencari kepuasan nafsu, ingin membebaskan diri dari kemiskinan, kongsi gelap, dadah, bertelingkah dengan ibu bapa , gagal dalam peperiksaan , bosan duduk di rumah, trauma akibat perbuatan seks dan sebagainya rupa-rupanya lebih berpengaruh dari asuhan institusi pendidikan yang sedia ada. Rusaknya moral ini akan berkaitan dengan cerminan budaya yang ada di daerah tempat remaja itu hidup, jika tidak di benahi maka provinsi Riau akan terpuruk dan mempunyai  cerminan negatif . padahal Riau mempunyai visi pada tahun 2020 menjadikan Riau sebagai budaya islam melayu.


Bela Pelihara Anak : Fenomena Pembentukan Akhlak Generasi Muda

Pemuda adalah orang yang berusia 18 s.d 35 tahun.[2] Tentu penetapan margin usia ini telah melampaui kajian akademis untuk mendapatkan rumusan yang tepat bagi kondisi demografi kepemudaan di tanah air. Berdasarkan data Susenas 2011, jumlah pemuda Riau tahun 2011 mencapai   juta jiwa atau… persen dari total penduduk yang terdiri dari… juta pemuda laki-laki dan …juta pemuda perempuan. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, tampak bahwa pemuda yang tinggal di pedesaan jumlahnya lebih banyak daripada pemuda yang tinggal di perkotaan (….juta berbanding….juta).[3] 
Dengan jumlah yang amat besar tersebut, maka peran strategis pemuda dalam pembangunan nasional sangatlah penting spesifikasinya dalam pembangunan daerah. Hal ini telah dibuktikan di dalam berbagai kiprah pemuda seiring dengan perjalanan dan denyut jantung kehidupan suatu bangsa. Oleh sebab itulah diskursus-diskursus tentang kiprah pemuda di berbagai lini kehidupan bangsa tidak akan pernah habis dan mati.
Sekarang moral pemuda hancur, kata-kata itulah yang tertanam di jiwa-jiwa pemuda sekarang, seakan sosok pemuda progresif, intelek dan revolusioner tak sanggup lagi dicerna ke dalam pemikiran pemuda masa kini, yang seharusnya dimiliki. Hakikat seorang pemuda sepertinya dicerminkan dalam kalimat pertama diatas, dengan alasan estetika dan kesenian. Hal seperti itulah yang akhirnya menyebabkan degradasi moral, penyimpangan sosial, brutalitas dan mendesorder (mengacaukan) pembangunan bangsa. Contoh konkretnya berbagai kerusuhan yang hanya disebabkan oleh hal-hal konyol seperti permasalahan cewek, kalah dalam pertandingan sepak bola dan lainnya.
Sifat hedonis dalam gaya hidup (life style) adalah ciri pemuda sekarang. Bahkan tak sedikit yang mendestasikan dirinya kepada pemuda berjiwa progresif, intelek dan revolusioner. Dengan alasan, pemuda yang seperti itu dianggapnya sepagai orang yang kuper, katrok, dan nggak gaul. Seakan kita (pemuda sekarang) lupa pada perih rintihnya perjuangan pemuda pra-kemerdekaan. Bayangkan mereka yang berjuang demi kita malah kita mendurhakainya, bahkan kita mendekadensikan Indonesia kembali (yang secara tidak langsung berarti kita menjajah diri kita sendiri) dan mirisnya para pejabat negara yang menganggap hal ini sebagai hal yang prevalentif. Ditambah lagi membudayanya KKN, makelar kasus yang bebas beronar, dan pemegang hierarki negara yang semakin sewenang-wenang.
Sebagai pendidik pertama dan utama, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membina akhlak remaja. Nilai-nilai akhlak karimah yang bersumberkan ajaran agama Islam harus diberikan, ditanamkan dan dikembangkan oleh orang tua terhadap para remaja dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman akhlak tersebut penting karena inti dari keberagamaan seseorang akan termanifestasikan dalam akhlak karimah.
Akhlak karimah yang perlu ditanamkan orang tua seperti ketaatan beribadah, berperilaku baik, hormat kepada orang tua, memiliki sifat ikhlas tawadhu secara perlahan-lahan akan terinternalisasi pada diri setiap remaja sehingga akhirnya berdampak positif bagi kehidupan mental dan spiritualnya, sehingga dapat memberikan kekuatan yang positif bagi remaja dalam menjalani proses hidup dan dapat menyikapi dampak negatif yang diakibatkan oleh era globalisasi dan informasi.
Agama Islam sebagai sumber nilai akhlak harus dijadikan landasan oleh orang tua dalam membina akhlak remaja karena agama merupakan pedoman hidup serta memberikan landasan yang kuat bagi diri setiap remaja. Di samping itu pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan orang tua sehari-hari seperti sholat, membaca Al-Qur’an, menjalankan puasa serta berperilaku baik merupakan bagian penting dalam pembentukan dan pembinaan akhlak remaja.
Dalam pendidikan dan pembinaan akhlak bagi para remaja, orang tua harus dapat berperan sebagai pembimbing spiritual yang mampu mengarahkan dan memberikan contoh tauladan, menuntun, mengarahkan dan memperhatikan akhlak remaja sehingga para remaja berada pada jalan yang baik dan benar. Jika remaja melakukan kesalahan, maka orang tua dengan arif dan bijaksana membetulkannya, begitu juga sebaliknya jika remaja melakukan suatu perbuatan yang terpuji maka orang tua wajib memberikan dorongan dengan perkataan atau pujian maupun dengan hadiah berbentuk benda.
Oleh karena itu peranan keluarga sangat besar dalam membina akhlak remaja dan mengantarkan kearah kematangan dan kedewasaan, sehingga remaja dapat mengendalikan dirinya, menyelesaikan persoalannya dan menghadapi tantangan hidupnya. Untuk membina akhlak tersebut, maka orang tua perlu menerapkan disiplin dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Disiplin yang ditanamkan orang tua merupakan modal dasar yang sangat penting bagi remaja untuk menghadapi berbagai macam pesoalan pada masa remaja.
Peranan keluarga (orang tua) dalam membina akhlak remaja antara lain dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan cara melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana yang diperintahkan dalam ajaran agama Islam. Dalam hal ini orang tua harus menjadi contoh yang baik dengan memberikan bimbingan, arahan, serta pengawasan sehingga dengan kondisi seperti ini remaja menjadi terbiasa berakhlak baik.
2. Meningkatkan interaksi melalui komunikasi dua arah. Orang tua dalam hal ini dituntut untuk dapat berperan sebagai motivator dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang positif yang dimiliki remaja sehingga perilaku atau akhlak remaja tidak menyimpang dari norma-norma baik norma agama, norma hukum maupun norma kesusilaan.
3. Meningkatkan disiplin dalam berbagai bidang kehidupan. Orang tua dalam melaksanakan seluruh fungsi keluarganya baik fungsi agama, fungsi pendidikan, fungsi keamanan, fungsi ekonomi maupun fungsi sosial harus dilandasi dengan penanaman disiplin yang terkendali agar dapat mengendalikan akhlak atau perilaku remaja.
Permasalahan moral ini, lantaran kurangnya pendidikan dalam beragama dan khusnul adab. Dewasa ini, hampir tidak ada sekolah yang mendoktrin tentang tata karma, menciptakan kerukunan, berbudi luhur. Mungkin hanya sekedar materi pelajaran berupa akidah akhlak yang mengisi waktu sejam-dua jam. Sifat kemanusiaan yang dapat membangun bangsa seharusnya sudah ditanamkan kepada Pemuda sebagai agent of change (agen perubahan) sejak dini, bukan dituntun untuk memiliki gaya hidup yang wah. Jangan jadikan kasih sayang sebagai alasan untuk melakukan hal itu, karena masih banyak rakyat miskin merana meminta segenggam kesejahteraan. Sadarlah wahai pemuda!
Pemuda yang kemudian akan menjadi pemimpin bangsa di masa mendatang sudah harus dipersiapkan dengan baik dan matang, sehingga peran pemuda hendaklah direvitalisasi sejak dini, sebab dalam sebuah kepemimpinan dibutuhkan integritas, kapasitas, juga pengalaman dan kematangan emosional. Ujung dari semua itu adalah kebijaksanaan (wisdom) dan kebijakan (policy). Hal krusial dalam permasalahan ini adalah bagaimana seorang pemimpin muda mampu memutuskan kebijakan secara bijak, cepat dan tepat, berdampak bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat dalam membangun daerah, dan itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan konteks usia, bagi mereka yang mampu boleh bersaing dalam percaturan politik bangsa untuk memimpin Negara ini menuju pencitraan yang lebih baik.
Budaya Islam Melayu Riau
Kata atau nama Melayu telah dikenal dalam rentang waktu yang cukup lama. Kata atau nama Melayu telah disebut-sebut pada tahun 664/45 Masehi, dan muncul pertama kali dalam catatan (buku tamu) kerajaan China.
Melayu diartikan sebagai satu suku yang berasal dari Indalus (Sumatra) dan Seberang Sumatra (Malaka). Di Indalus atau Andalas terdapat kerajaan yang berhadapan dengan Pulau Bangka, di sana ada Sungai Tatang dan Gunung Mahameru serta sungai yang bernama ‘Melayu’. Rajanya bernama Demang Lebar Daun. Kata ‘melayu’ masih ditemui pada bahasa-bahasa di sekitar Palembang dan juga di Pulau Jawa; yang dihubungkan dengan kata ‘melaju’, atau ‘deras’,’kencang’. Kemudian ‘melayu’ dapat diartikan sungai deras aliran airnya; bisa juga ditafsirkan orang atau penduduknya pedagang yang gesit, dinamis. Melayu dapat pula berarti dagang; yang berarti orang asing. Bangsa Melayu identik sebagai seorang pedagang yang gesit. Fenomena kata ‘melayu’ yang kali kedua ini dan kemudian ditolak ukur dengan pernyataan ‘melayu’ pada poin pembahasan di pragraf sebelumnya juga sejalan dengan pernyataan dari catatan seorang biksu China bernama I tsing (Haan 1897; Schnittger 1939). Menurut catatan sang biksu, dia sempat mengunjungi Kerajaan Melayu sebanyak dua kali, yakni tahun 671 M dan 685 M.
Melayu juga diidentikan dengan Agama Islam. Yang disebut ‘orang melayu’ adalah orang yang memeluk agama Islam, berbahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu; tidak ada orang Melayu yang tidak beragam Islam.
Tinjauan-tinjauan tentang suku Melayu tersebut di atas menggunakan metode pendekatan bahasa dan pemaknaan kata ‘melayu’ dalam arti kata. Metode tersebut sering pula disebut sebagai metode filologis. Dari hasil tinjauan tersebut tergambarlah bahwa melayu merupakan suatu suku yang berada di Pulau Sumatra dengan ciri suka berdagang dan sukses dalam pelayaran dagangnya. Kelokasian tempat dari asal-usul suku melayu ada dimana ? (tentang perkiraan suku Melayu ada di Sumatra Tengah), masih sangat kabur dan kurang jelas keberadaannya, atau: apakah ‘melayu’ hanyalah satu sebutan saja bagi seorang pelayar dan melaksanakan aktifitas perdagang pada masa dahulunya ?
Melayu pada tinjauan filologis hanya menafsirkan sebagai suku yang berasal dari Sumatra dan Seberang Sumatra (Malaka). Karena kebiasaan dagang suku tersebut maka persebaran adat mereka tersiar di Pulau Jawa dan seluruh Nusantara Indonesia juga di belahan bumi lainnya.
Budaya Melayu banyak dipengaruhi Agama Islam. Melayu yang berkembang di Sumatra melingkupi kerajaan-kerajaan bekas Hindu dan Budha serta animisme di nusantara. Adapun kerajaan–kerajaan itu antara lain : Samudara Pasai di Kalimantan, Sriwijaya di Sumatra, Aceh di Sumatra, Goa di Sulawesi, Aceh dan juga Riau Lingga.
Kerumpunan Melayu yang berkembang di Riau sangat mendominasi. Ini tidak dapat dilepaskan dari nilai sejarah pembentuknya. Kebudayaan Melayu yang begitu kental di wilayah Riau kemudian disinyalir sebagai suatu petanda sentiment yaitu tentang pusat Budaya Melayu. Oleh pemerintah setempat dan tentunya didukung oleh segenap Bangsa Indonesia, kemahawarisan Budaya Melayu yang mendominasi wilayah Riau ini menjadi sebuah proses pelacakan pusat Budaya Melayu semenjak beberapa tahun silam dengan sebuah misi publik yaitu : Riau adalah pusat dari Budaya Melayu Dunia pada tahun 2020 kelak.
Dominasi Budaya Melayu di Riau ini kemudian menjadi faktor sosiologis masyarakatnya. Hubungan sosial antar masyarakat Riau yang terdiri dari berbagai akar budaya yang saling berakulturasi telah menempatkan kemahawarisan Budaya Melayu sebagai filter budaya yang berkembang disana.
Keidentikan Budaya Melayu adalah peleburan budaya dan nilai norma Agama Islam. Agama Islam telah pula menjadi ciri lahirnya beragam bentuk kreatifitas seni sebagai bagian dari wujud Kebudayaan Melayu.
Akhlak Generasi Muda Basic Visi Riau 2020 Menjadikan Riau budaya Islam Melayu

            Secara realitas kita tidak bisa lari dari perubahan akhlak remaja di Riau, percampuran budaya telah mempengaruhi akhlak dan Prilaku remaja kearah prilaku yang negatif, seharusnya remaja Riau tidak mudah untuk terpengaruh oleh arus globalisasi, dengan nilai akhlak yang di miliki 

Penutup

Pendidikan orang tua lebih berperan dalam proses pembentukan akhlak, banyaknya waktu yang dimiliki orang tua, sehingga memudahkan menanamkan nilai moral.
Orang tua tidak bisa mengandalkan pendidikan di sekolah untuk mendidik moral anaknya, karena terbatasnyanya waktu, bahkan tidak adanya pelajaran khusus untuk pembentukan moral di lingkungan sekolah. Maka akan terasa sulit untuk mengandalkan sekolah untuk bisa mengubah moral remaja.
Bagaimanapun, pemuda adalah potensi kepemimpinan bangsa masa depan. Atas kesadaran itu, maka kaderisasi-kaderisasi kepemimpinan yang melibatkan kalangan pemuda secara intensif perlu terus ditingkatkan. Akan tetapi peran pemuda dalam roda pemerintahan tetaplah krusial. Banyak contoh di berbagai Negara, dimana titik tolak perubahan justru berawal dari perjuangan pemuda. Setidaknya ada dua rahasia besar kekuatan pemuda, yaitu kekuatan personal dan keunggulan mengorganisasi kekuatan. Al-qur’an mengabadikan keunggulan personal pemuda yang mempunyai sifat qowiyyun amiin (kuat dan dapat dipercaya), hafiidzun aliim (amanah dan berpengetahuan luas), bashthotan fil ‘ilmi wal jism (kekuatan ilmu dan fisik), ra’uufun rohiim (santun dan pengasih). Sifat-sifat unggul tersebut merupakan potensi besar, yang menumpuk pada individu pemuda, dimana masyarakat sangat mengharapkannya.
Penulis menyadari bahwa kegelisahannya dalam makalah ini akan memberikan suatu dampak pada ketidaksetujuan dan pernyataan sikap oleh berbagai pihak pembaca. Perlu diadakannya alternatif diskusi yang berkelanjutan atas makalah ini agar tercipta suatu makalah yang sempurna dan bisa menjadi bentukan dari sebuah loncatan untuk proses pembentukan akhlak remaja muda untuk mensosialisasikan budaya Melayu di Riau.



[1] Blum tau
[2] Blum tau..
[3] Blum tau

MALU MENUNJUKKAN IDENTITAS KEISLAMAN


Pendahuluan
Kera menyandang bedil manusia senang bugil. Sebuah ungkapan yang menggambarkan keadaan manusia di zaman sekarang. Terdengar ironis memang. Manusia makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan akal, potensi, dan fasilitas dibandingkan dengan kera yang tidak mempunyai akal. Itulah kenyatanya.
Untuk bersosialisasi dengan hewan lain atau sejenisnya, kawin, mencari makan, dan bertahan hidup kera memiliki pola hidup yang teratur. Kera tidak akan akan sembarangan mengawini betinanya yang telah dikawini pejantan lain. Bagaimana dengan manusia? Kita sering mendengar dan membaca kasus pelecehan seksual baik melalui media cetak maupun media elektronik. Padahal manusia adalah makhluk sempurna yang mempunyai aturan untuk melakukan apapun selama hidup didunia.
Lalu, apakah kedaan telah terbalik sekarang? Manusia hilang akal dan kera berakal. Manusia kehilangan rasa malu dan hewan malah memiliki rasa malu. Kita sering mendengar slogan “Tumbuhkan Budaya Malu”. Namun, slogan tersebut sepertinya hanya menjadi hiasan dinding semata. Rasa malu tidak lagi direalisasikan dalam arti yang sebenarnya. Mempertontonkan aurat, pergaulan bebas, dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan, merupakan potret buram runtuhnya sifat malu dalam diri manusia masa kini.  

Malu dan Iman
Malu adalah salah satu sifat dasar manusia. Seseorang akan merasa malu jika ia dicela oleh orang lain didepan umum. Seseorang yang tidak memiliki rasa malu akan dianggap memiliki akhlak yang rendah dan tak mampu mengendalikan hawa nafsunya.
Allah menganugerahkan rasa malu kepada manusia agar manusia selalu memperhatikan tingkah lakunya. Selain itu, agar manusia tidak menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya. Rasa malu mencegah kita untuk melakukan kejahatan. Dengan demikian rasa malu akan mendatangkan kebaikan bagi siapa saja yang memilikinya.
Sebagai hambaNya, sudah seharusnyalah kita menghiasi diri kita dengan sifat malu. Allah berfirman di dalam surat Al-Kahfi ayat 26:
Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Al-A’raf:26).
Dalam menafsirkan ayat ini, Ma’bad Al-Juhani mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pakaian takwa adalah rasa malu. Sufyan bin Umayyah berkata: malu adalah takwa yang paling ringan. Tidaklah seorang hamba itu takut sampai dia malu. Dan tidaklah seorang yang bertakwa itu masuk ke dalam takwa melainkan dari pintu malu.[1]
Rasa malu merupakan bagian dari keimanan bahkan dia merupakan salah satu indikator tinggi rendahnya keimanan seorang muslim. Rasulullah SAW bersabda:
Malu dan iman itu adalah dua sejoli. Jika salah satunya dicabut, maka yang satunya pun akan tercabut.” (H.R. Al-Hakim).
Dengan demikian malu adalah manifestasi dari iman. Maka, hanya orang-orang yang imannya menancap kuat didalam hatilah yang memiliki rasa malu yang tinggi. Intinya, malu tidaklah menghasilkan kecuali kebaikan dan dia tidaklah datang kecuali dengan membawa kebaikan pula
.
Rasa Malu Ummat Islam Masa Kini
            Manusia merupakan makhluk Allah yang paling istimewa karena Allah mengaruniakan rasa malu hanya kepada manusia bukan kepada makhluk lainnya. Rasa malu adalah akhlak yang indah, paling utama, paling mulia, dan paling agung, kehormatannya, serta paling banyak manfaatnya.[2] Sungguh indah ajaran ajaran Islam. Islam
            Akan tetapi, sesuatu yang kita dapati sekarang tidak seperti apa yang diinginkan oleh islam. Kehidupan sekarang sudah tidak lagi menggambarkan kehidupan yang damai dan tentram. Ummat islam sekarang sering keliru meletakkan rasa malu atau malah memang rasa malu itu telah sirna dari dalam diri ummat islam. Seringkali kita mendengar rasa malu dalam persepsi lain. Jika rasa malu sudah terkikis, kita tidak akan merasa malu lagi melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran syari’at.
            Sekarang ini, remaja putri kita tidak akan merasa malu lagi jika mempertontonkan dada, lengan dan paha mereka di tempat umum. Sepertinya bagian-bagian tubuh tersebut bukan lagi merupakan bagian tubuh yang wajib ditutup. Mereka mengenakan pakaian minim di tempat-tempat umum dengan begitu percaya diri. Bahkan merasa bangga menjadi pusat perhatian kaum laki-laki yang menyukai ketelanjangan. Bukan hanya di layar kaca, tapi dalam kehidupan yang sebenarnya pamer aurat wanita sudah menjadi trend yang jika tidak diikuti maka akan menimbulkan perasaan malu dikalangan remaja putri. Meskipun banyak juga remaja putri yang menyadari kewajiban untuk tunduk dan patuh pada perintah agama tentang menutup aurat, tapi jauh lebih banyak lagi remaja putri  yang merelakan dirinya menjadi bagian dari pameran aurat. Yang lebih anehnya lagi, para remaja putri tersebut akan marah jika dikatakan tidak memiliki rasa malu.
            Orang tua merasa malu jika anaknya menghabiskan waktu untuk membaca Al-Qur’an atau menempuh pendidikan agama. Orang tua merasa malu jika anak gadisnya menutup auratnya. Karena mereka takut kalau anaknya tidak laku nantinya. Orang tua melarang anaknya mengikuti majlis taklim dan mengatakan kegiatan pengajian hanya untuk orang tua bukan kaum muda.
            Institusi sekolah dan perguruan tinggi tidak sungkan-sungkan meminta tips kepada calon siswa dan mahasiswanya jika mereka ingin mengecap pendidikan di institusi tersebut. Instansi pemerintahan tidak segan-segan memungut uang kecil dari kantong rakyat jika rakyat membutuhkan bantuan mereka. Meskipun prakteknya tidak terlalu terlihat, namun hal tersebut memang terjadi.
            Dari fenomena diatas, dapat kita katakan jika malu tidak lagi menuntun ummat islam untuk menjauhi larangan Allah. Tetapi, malah rasa malu untuk mengerjakan perintahNya dan rasa malu untuk menunjukkan identitas keislaman. Rasa malu yang seperti inilah yang memudahkan para kaum salibi dan orientalis untuk menggoyahkan dan menghancurkan ummat Islam.
            Dengan terkikisnya rasa malu dari ummat Islam, kaum salibi dan orientalis semakin gencar meneriakkan slogan “kebebasan”. Yaitu, kebebasan dari rumah, bebas berpakaian, dan bebas dari akhlak dan akidah. Mereka semakin bersatu padu untuk merusak ummat Islam dan mengikis rasa malunya dalam artian yang sebenarnya melalui jalan seperti majalah, minuman keras, teater, penyebaran cerita-cerita dan sandiwara moral, dan penentangan terhadap ajaran dan tradisi Islam. Mereka menanamkan pemikiran kepada ummat Islam bahwa mereka akan merasa malu jika tidak mengikuti apa yang telah mereka tawarkan.[3]

Menumbuhkan Rasa Malu
Sebagai orang Islam yang masih menginginkan kejayaan Islam, sudah tentu kita resah melihat keadaan ummat Islam sekarang yang telah terkikis rasa malunya. Tentunya kita berharap Islam bukan hanya sekedar namanya saja. Tetapi, menciptakan lingkungan dan generasai Islami yang tidak malu menunjukkan identitas keislamannya. Salah satu caranya yaitu dengan menumbuhkan budaya malu dalam artian yang sebenarnya, yaitu rasa malu jika tidak menunjukkan identitas keislaman kita kepada dunia.
Tentunya, bukan hal yang mudah menumbuhkan  budaya malu dilingkungan kita. Namun, kita akan dapat merealisasikannya jika kita benar-benar melakukannya dengan ikhlas. Dan hal pertama yang dapat kita lakukan adalah dengan mengubah diri kita terlebih dahulu. Seperti konsep 3 M nya Aa Gym yang merupakan konsep mengubah diri guna mengubah dunia. Yang pertama yaitu, mulailah dari hal yang paling kecil. Maksudnya, segala sesuatu tentu ada urutannya, tidak langsung menjadi besar. Yang kedua yaitu mulailah dari diri sendiri. Jika kita ingin menumbuhkan budaya malu, mulailah dari diri kita. Mulailah untuk menanamkan sifat malu jika tidak menjalankan perintah Allah. Mulailah menumbuhkan sifat malu jika kita tidak menunjukkan identitas keislaman kita. Yang ketiga yaitu, mulailah dari sekarang. Mulailah dari sekarang menumbuhkan sifat malu didalam diri kita dan menjaganya agar sifat malu tersebut tidak mudah terkikis.

Penutup
Malu adalah suatu akhlak terpuji yang mendorong seseorang untuk meninggalkan suatu amalan yang mencoreng jiwanya, karena akhlak ini bisa mendorong dia untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Seseorang yang mempunyai rasa malu, maka dapat dipastikan dia mempunyai iman yang kuat yang tertanam didalam hatinya. Rasa malu yang sebenarnya tidak akan akan menyebabkan kita malu untuk menunjukkan identitas keislaman kita. Kita malah akan merasa malu jika kita melanggar perintah Allah dan menutup-nutupi identitas keislaman kita. 

           
                                            DAFTAR PUSTAKA

Albani, Muhammad, (2011), Muslimah Jadilah Shalihah, Solo: Kiswah Media.
Al-Qur’anul Kariim.
Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, (2008), Al-Ikhlaashotu Fii Fiqhil Al-Quluub, edisi terjemahan: Seni Menghidupkan Hati, Solo: Pustaka Iltizam.

‘Ulwan,  Abdullah Nashih, (2003), Asy-syabab Al-Muslimu Fii Muwaajatihi At-Tahaddiyatihi, edisi terjemahan: Abu Abid Al-Qudsi, Pustaka Al-‘Alaq.



[1] Dr. Muhammad Muqaddam dalam Muhammad Albani, Muslimah Jadilah Shalihah, Kiswah Media, Solo, 2011, hal. 22.
[2] Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Al-Ikhlaashotu Fii Fiqhil Al-Quluub, edisi terjemahan: Seni Menghidupkan Hati, Pustaka Iltizam, Solo, 2008, hal.193.
[3] Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan, Asy-syabab Al-Muslimu Fii Muwaajatihi At-Tahaddiyatihi, edisi terjemahan: Abu Abid Al-Qudsi, Pustaka Al-‘Alaq, 2003, hal. 90.