Kamis, 17 November 2011

PETUAH AMANAH MELAYU


NILAI-NILAI  DALAM TUNJUK AJAR  BUDI PEKERTI  REMAJA




Pendahuluan
Bunga melati bunga di darat,” Hina besi kerana karat” Bunga seroja di tepi kali, “Hina manusia tidak berbudi”. Masyarakat Melayu begitu menghargai dan menjunjung tinggi budi. Mereka menilai segala sesuatu itu berdasarkan pada budi. Buktinya, kecantikan seseorang bukan dinilai pada paras rupanya tetapi dinilai pada budi pengerti atau akhlaknya. Manusia akan dipandang hina jika tidak berbudi, dan satu-satu bangsa itu pula akan runtuh jika budinya runtuh.
Bagi orang melayu budi amatlah diutamakan. Bertanam budi dan membalas budi merupakan perbuatan mulia dan terpuji. Orang tua-tua mengatakan, “Bila sudah termakan budi, di sanalah tempat melayu mati”. Dalam kehidupan orang melayu, sebutan orang berbudi melambangkan perilaku terpuji, mulia dan dihormati oleh masyarakatnya. Sebaliknya, jika disebut tak tahu budi atau tak membalas budi, maka seseorang dianggap jahat, tak tahu adat, berprilaku buruk , hina, dibenci dan dijauhi masyarakat. Kini remaja melayu sebagai penerus bangsa sudah banyak yang tidak sesuai dengan sikap yang diajarkan oleh masyarakat melayu, menjunjung tinggi akhlak. sedikit demi sedikit budi remaja melayu terkikis.
Berbagai ragam krisis akhlak dan moral kini terus menular, merebak dan Sudah melekat dalam masyarakat kita khasnya di kalangan remaja. hamil luar nikah, Minum-minuman, Pecandu dan tawuran seusai pulang sekolah sudah menjadi kebiasaan yang susah di hilangkan, hampir semua kejahatan dilakukan oleh remaja. Dari berita multimedia seperti televisi banyak mempertontonkan kenakalan remaja, seakan akhlak tidak di gunakan lagi, dan sudah terhapus dalam hati remaja.
Kurangnya pendidikan moral yang diajarkan orang tua, jauhnya remaja sekarang dengan masjid untuk membaca alqur’an dan mempelajari islam, bahkan tidak adanya pelajaran yang secara khusus membahas moral di sekolah tingkat SMP, SMA, di tambah masuknya budaya asing membuat remaja kian hancur, di samping itu faktor-faktor tertentu seperti mencari kepuasan nafsu, ingin membebaskan diri dari kemiskinan, menjual barang-barang terlarang, bertelingkah dengan ibu bapa, bosan duduk di rumah, trauma akibat perbuatan seks dan sebagainya rupa-rupanya lebih berpengaruh dari asuhan institusi pendidikan yang sudah ada.
Rusaknya moral ini akan berkaitan dengan cerminan budaya yang ada di daerah tempat remaja itu hidup, jika tidak di benahi maka provinsi Riau akan terpuruk dan mempunyai  cerminan negatif . Padahal Riau mempunyai visi  Terwujudnya Provinsi Riau Sebagai Pusat Perekonomian Dan Kebudayaan Melayu Dalam Lingkungan Masyarakat Yang Agamis, Sejahtera Lahir Dan Bathin, Di Asia Tenggara Tahun 2020”. sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau No. 36 tahun 2001 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Provinsi tahun 2001-2005.

Tujuk Ajar  Melayu dalam mendidik Budi Pekerti
            Tujuk ajar yang dimaksud di sini adalah segala jenis petuah, petunjuk, nasihat, amanah, pengajaran dan contoh teladan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam arti luas. Menurut orang tua-tua melayu,”tunjuk ajar Melayu adalah segala petuah, amanah sri tauladan dan nasehat yang membawa manusia ke jalan yang lurus dan dirihdoi Allah, yang berkahnya menyelamatkan manusia dalam kehidupan di dunia dan kehidupan di akherat”. Di dalam ungkapkan disebutkan :
Yang di sebut tunjuk ajar,
mencelikkan mata
menyaring telinga
membersihkan hati
menyempurnakan budi
membaikkan pekerti
Pendidikan Budi Pekerti merupakan wadah penting untuk merangkai permasalahan akhlak dan melahirkan manusia yang baik. Penekanan  pendidikan  budi pekerti dalam sosialisasi budaya melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis di Riau adalah jelas. Ini kerana antara lainnya bertujuan membangun dan melahirkan insan secara bersepadu dan seimbang demi merealisasikan fungsi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi. Dan dengan pemantapan komponen akhlak remaja melayu dalam era globalisasi akan terwujudnya riau daerah yang agamis dan menjunjung tinggi budi pekerti. 
Al-Qur’an sebagai sumber agama islam mengatakan manusia di ciptakan untuk menjadi khalifah :
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS.Shaad:26)
            Sejak kedatangan lslam ke Kepulauan Melayu sejak awal abad ke 13 atau 14 Masehi, orang Melayu menerima lslam sebagai cara hidup. Walaupun terdapat beberapa ritual asing seperti adat Hindu yang masih melingkari kehidupan harian, adat-adat ini telah dimodifikasikan selaras dengan konsep lslam sebagai ad-Din. Pengaruh lslam telah merombak aspek-aspek penting dalam kehidupan orang Melayu terutama berkaitan dengan budi pekerti. Konsep Penekanan lslam kepada pentingnya akhlak telah memberi impak besar kepada orang Melayu.
Suku Melayu memiliki tradisi pendidikan budi pekerti keluarga yang kuat, khususnya pendidikan anak. Beragam ajaran budi pekerti, baik melalui pantun, syair dan ungkapan-ungkapan dapat ditemukan dalam tradisi Melayu (Tenas Effendy, 2006; Koentjaranigrat, 1970). Orang melayu mengajarkan anaknya mengacu dengan tunjuk ajar pakaian nan delapan belas (Made Purna dkk., 1993). Pakaian nan delapan belas atau juga biasa disebut sifat yang delapan belas.
Sifat ke delapanbelas diantaranya Sifat tahu asal berkejadian. (Sifat ini dimaksudkan agar anak Melayu berilmu, beragama, dan bertakwa kepada Tuhan). Sifat tahu membayar utang. (Anak Melayu harus tahu membalas budi, terutama kepada orangtua, kerabat, dan masyarakat). Sifat tahu kan bodoh diri. (anak Melayu harus menyadari kekurangan diri sendiri, mencintai ilmu, dan menghormati orang berilmu). Sifat tahu diri. (anak Melayu harus menjaga diri dalam pergaulan sehari-hari di dalam keluarga dan masyarakat). Sifat hidup memegang amanah. (anak Melayu harus setia dan dapat dipercaya). Sifat benang arang.(anak Melayu harus jujur, sesuai antara kata dan perbuatan). Sifat tahan menentang matahari. (anak Melayu harus berani menegakkan keadilan dan kebenaran). Sifat tahu kilik elak. (anak Melayu harus bijaksana, tanggap, dan cekatan). Sifat menang dalam kalah. (anak Melayu harus rendah hati, tenggang rasa, dan bangga kepada diri sendiri) Sifat tahan berkering. (Anak Melayu harus tabah dan rajin bekerja). Sifat unjuk dengan beri. (anak Melayu harus dermawan dan setia kawan). Sifat timbang dengan sukat. (anak Melayu harus adil dan benar). Sifat tahu kan malu. (anak Melayu harus memelihara malu dalam dirinya dan tidak memalukan orang lain). Sifat nan bersifat. (anak Melayu harus menghargai dan menghormati orang lain, serta meletakkan sesuatu pada tempatnya). Sifat ingat dengan minat. (anak Melayu harus ingat dan perhatian terhadap lingkungannya). Sifat pinjam memulangkan. (anak Melayu harus bersifat tanggung jawab). Sifat hidup meninggalkan. (anak Melayu harus mempunyai pandangan jauh ke depan serta berusaha meninggalkan karya, jasa, dan nama baiknya). Sifat nan pucuk atau sifat tua. (anak Melayu harus memiliki jiwa pemimpin)
Kini remaja melayu sudah jauh dari sifat kedelapan belas tersebut. Apakah karena salah kedua orang tua, instansi pendidikan ataukah lingkungan ? Yang terpenting anak tidak bisa disalahkan karena anak di ciptakan di dunia itu suci sebagaimana sabda rasullah :
“Setipa anak yang dilahirkan itu suci yang menjadikannya yahudi dan nasrani kedua orang tuanya (HR. Bukhori Muslim)
Orang tua sekarang harus lebih bekerja keras untuk menjadikan anak-anak mempunyai sifat kedelapan belas yang ada di dalam budaya melayu.  Senada dengan sifat kedalapan belas rasullah SAW bersabda :
“Bergaulah dengan anak-anak mu dan bimbinglah kepada akhlak yang mulia” (HR. Muslim)
Nilai-nilai Budi Pekerti  Remaja Melayu
Masa remaja adalah tahapan perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa, yaitu antara umur 13 hingga 18-20 tahun, pada masa ini terjadi perubahan pesat, baik secara jasmani(fisik) maupun mental, emosional dan sosial. Berdasarkan data Susenas 2011, jumlah pemuda Riau tahun 2011 mencapai 1,992,5 juta jiwa atau persen dari total penduduk yang terdiri dari 988,7 juta pemuda laki-laki dan 1,003, 8 juta pemuda perempuan[1].
Dengan jumlah yang amat besar tersebut, maka peran strategis remaja dalam membangun budaya melayu sangatlah penting. Dari gerakan remaja budaya melayu bisa berkembang, baik buruknya bangsa dapat dilihat dari generasi penerusnya. Jika generasi sekarang remaja kita berakhlak baik, maka akan baik pula daerah yang akan datang, tetapi jika remaja penerus sekarang tidak berakhlak, maka daerah melayu akan mempunyai cerninan negatif di mata masyarakat.
Nama Melayu telah dikenal dalam rentang waktu yang cukup lama. Kata atau nama Melayu telah disebut-sebut pada tahun 664/45 Masehi, dan muncul pertama kali dalam catatan (buku tamu) kerajaan China.
Melayu diartikan sebagai satu suku yang berasal dari Indalus (Sumatra) dan Seberang Sumatra (Malaka). Di Indalus atau Andalas terdapat kerajaan yang berhadapan dengan Pulau Bangka, di sana ada Sungai Tatang dan Gunung Mahameru serta sungai yang bernama ‘Melayu’. Rajanya bernama Demang Lebar Daun. Kata ‘melayu’ masih ditemui pada bahasa-bahasa di sekitar Palembang dan juga di Pulau Jawa; yang dihubungkan dengan kata ‘melaju’, atau ‘deras’,’kencang’. Kemudian ‘melayu’ dapat diartikan sungai deras aliran airnya; bisa juga ditafsirkan orang atau penduduknya pedagang yang gesit, dinamis. Melayu dapat pula berarti dagang; yang berarti orang asing. Bangsa Melayu identik sebagai seorang pedagang yang gesit. Fenomena kata ‘melayu’ yang kali kedua ini dan kemudian ditolak ukur dengan pernyataan ‘melayu’ pada poin pembahasan di pragraf sebelumnya juga sejalan dengan pernyataan dari catatan seorang biksu China bernama I tsing (Haan 1897; Schnittger 1939). Menurut catatan sang biksu, dia sempat mengunjungi Kerajaan Melayu sebanyak dua kali, yakni tahun 671 M dan 685 M.
Melayu juga diidentikan dengan Agama Islam. Yang disebut ‘orang melayu’ adalah orang yang memeluk agama Islam, berbahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu; tidak ada orang Melayu yang tidak beragam Islam.
Kerumpunan Melayu yang berkembang di Riau sangat mendominasi. Ini tidak dapat dilepaskan dari nilai sejarah pembentuknya. Kebudayaan Melayu yang begitu kental di wilayah Riau kemudian disinyalir sebagai suatu petanda sentiment yaitu tentang pusat Budaya Melayu. Oleh pemerintah setempat dan tentunya didukung oleh remaja riau, warisan Budaya Melayu yang mendominasi wilayah Riau ini menjadi sebuah proses pelacakan pusat Budaya Melayu dengan sebuah misi publik yaitu : Riau adalah pusat dari Budaya Melayu Dunia dalam masyarakat agamis pada tahun 2020 kelak. Menciptakan masyarakat agamis tersebut tidak akan terlepas dengan prilaku remaja tentang prilaku yang baik, dengan berakhlak baik riau bisa menciptakan masyarakat agamis.
Budi pekerti dalam budaya Melayu menyangkut juga budi bahasa yang bermakna keseluruhan aktivitas seseorang yang melingkupi cara bertutur kata atau berbahasa, bersikap, bekerja, berhubungan dengan orang lain (dengan teman sebaya, dengan orang yang lebih tua atau yang dituakan, juga kepada anak-anak), menjadi pemimpin dan beramal. Orang melayu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budi pekerti,  pengamalan nilai-nilai budi pekerti itu terlihat dari perilakunya seharihari.
Dalam salah satu bait Gurindam duabelas, Raja Ali Haji, budayawan Melayu abad ke-19 berpesan, “Jika hendak melihat orang berbangsa, lihat kepada budi bahasa.” Peranan budi pekerti dalam diri orang melayu sama dengan peranan akhlak karimah bagi seorang muslim. Sebagai seorang muslim yang taat, orang melayu akan mensejajarkan antara budi pekerti dengan akhlakul karimah. Bukan hal yang aneh, jika nilai-nilai budi pekerti juga banyak bersumber dari akhlakul karimah islam. Rasullah pun bersabada :
“Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Bukhori Muslim)
Orang tua melayu juga menegaskan, bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang tahu berbudi dan tahu pula membalas budi. Dalam ungkapan dikatakan, “Bila hidup berbudi, sempurnalah ia mati”, yang maksudnya bila seseorang selama hayatnya beramal saleh dengan menanam kebajikan, berbuat kebaikan dan berbudi kepada makhluk tuhan, maka pahallanya akan menyelamatkannya, baik kita di dunia maupun di akherat.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat  kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat  kerusakan”. (Al-Qashash : 77)
Visi Riau Terwujudnya Kebudayaan Melayu Dalam Lingkungan Masyarakat Yang Agamis, Sejahtera Lahir Dan Bathin, Di Asia Tenggara Tahun 2020. Dapat dikembangkan melalui pemanfaatan remaja, pendidikan akhlak yang baik kepada remaja atas peran orang tua, guru dan instansi pendidikan akan membuat remaja kita berakhlak baik sebagaimana telah diajarkan oleh rasullah.
“Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan Akhlak”               (HR. Muslim)
Jika orang tua sebagai pemantau utama tidak difungsikan, maka remaja tidak akan mempunyai akhlak yang baik. Kemudian visi Riau akan berubah. Terwujudnya kebudayaan Melayu dalam masyarakat yang tidak agamis berutal dan tidak berbudi di asia tenggara 2020. Dan visi Riau tinggal nama saja.

Konklusi  Sikap Terhadap pembentukan akhlak
              Remaja akan menjadi aktor utama dalam pentas kesejagatan (millenium ketiga), karena itu generasi muda (remaja) harus dibina dengan budaya yang kuat berintikan nilai-nilai dinamik yang relevan dengan realiti kemajuan di era globalisasi. Budaya adalah wahana kebangkitan bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kekuatan budayanya. Keutuhan budaya bertumpu kepada individu dan himpunan institusi masyarakat yang memiliki kapasitas berkemampuan dalam mempersatukan seluruh potensi yang ada.
              Perkembangan kedepan banyak ditentukan oleh peranan remaja sebagai generasi penerus dan pewaris dengan kepemilikan  ruang interaksi yang jelas menjadi agen sosialisasi guna menggerakkan kelanjutan  survival kehidupan kedepan. Kecemasan atas penyimpangan prilaku kemunduran moral dan akhlak, kehilangan kendali para remaja, sepatutnya menjadi kerisauan semua pihak. Ketahanan bangsa akan lenyap dengan lemahnya remaja. Saya tidak senang menggeneralisasi kenakalan remaja terjerumus kedalam lembah dekadensi moral dan kenakalan remaja. Analisa realitas objektif menunjukkan bahwa tidak seluruhnya remaja rusak. Dengan berpikiran positif tidak pula harus ditunggu setelah semua remaja terpuruk kedalam lumpur a-moral barulah upaya perbaikannya dilaksanakan dengan intensif.         
            Secara realitas kita tidak bisa lari dari remaja jika kita ingin menjadikan riau kelak daerah yang agamis, untuk mngembalikan remaja riau sekarang mempunyai sifat nan delapan belas harus ada upaya dalam merubahnya, kebiasaan yang telah di tinggalkan tapi mempunyai nilai pendidikan penting bagi remaja yaitu “Gerakan magrib Menngaji”.
Budaya maghrib mengaji di kalangan masyarakat perlu dihidupkan kembali, sebab saat ini kebiasaan umat muslim tersebut sudah mengalami penurunan. “Kebiasaan maghrib mengaji sudah mulai hilang di kalangan masyarakat, khususnya bagi para remaja. Kalau dulu biasanya orang tua selalu menyuruh anaknya membaca Al Quran usai melaksanakan ibadah maghrib,”
Melalui Gemar Mengaji setiap maghrib anak-anak diajak untuk mengaji dan menyimak Al Quran dan kandungannya. Langkah tersebut diyakini akan mampu menciptakan generasi yang penuh kasih sayang, hormat menghormati, berbudi pekerti tinggi sebagaimana nilai-nilai yang diajarkan dalam Al Quran. “Saat ini anak-anak atau remaja sedang tumbuh berkembang di tengah arus globalisasi dan liberalisasi yang dengan deras masuk serta mempengaruhi pemikiran para generasi muda melalui berbagai penjuru. Oleh sebab itu salah satu cara untuk menyaring hal negatif melalui budaya mengaji,”.
Dengan terus meningkatkan dan mengajarkan nilai-nilai Al Quran diharapkan akan mampu menjadi salah satu panangkal masuknya beberapa pemahaman yang bertentangan dengan nilai dan norma agama maupun sosial.
Banyak generasi muda cenderung ingin sukses secara singkat tanpa menghargai proses, sehingga yang terjadi adalah generasi yang kurang memiliki ketahanan mental sebagaimana yang diharapkan. “Sehingga pendidikan berbasis Al Quran harus terus dikembangkan dan didukung oleh seluruh pemangku jabatan terkait gerakan tersebut sangat strategis untuk menghidupkan kembali tradisi membaca Al Quran yang pernah dilakukan terutama di kampung-kampung, di tengah kesibukan dan perubahan jaman yang seolah-olah menenggelamkan budaya mengaji.
Tayangan televisi di waktu Maghrib telah menghipnotis masyarakat, khususnya anak-anak. Stasiun televisi berlomba-lomba menayangkan program unggulannya –sinetron, film, kartun, realty show, dan lainnya-- demi menarik pemirsa di waktu prime time itu. Tak heran jika anak-anak sulit beranjak dari depan televisi kendati adzan Maghrib telah berkumandang.
Dampak televisi terhadap perkembangan masyarakat memang sangat besar. Secara teoritis, menurut seorang pakar, ada tiga dampak yang ditimbulkan tayangan televisi terhadap pemirsa, yaitu dampak kognitif, dampak peniruan, dan dampak perilaku.
Dahulu, sebelum televisi hadir di tengah kehidupan masyarakat,  kebiasaan mengaji setelah Maghrib di rumah, surau atau masjid menjadi tradisi masyarakat Islam. Namun sekarang, budaya tersebut perlahan-lahan hilang. Dan hanya sedikit saja yang masih menerapkannya.
Untuk mengembalikan tradisi yang hilang, marilah kita canangkan program Gerakan Masyarakat Magrib Mengaji (GEMMAR).  Program ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat yang agamis.
Jika dapat terlaksana dengan baik, maka program ini dapat membantu membangun karakter bangsa yang agamis. Dalam suasana yang agamis diharapkan lahir generasi bangsa yang mampu membaca, memahami dan mengamalkan isi al-Qur’an.
           
Penutup
            Petuah  orang melayu dalam nilai-nilai tunjuk ajar  budi pekerti  remaja sejatinya sangat berguna, manusia modern tak jarang menganggapnya hanya sebagai pengajaran yang kuno dan ketinggalan zaman, padahal keberadaannya begitu penting untuk menepis arus globalisasi zaman sekarang agar terhindar dari degradasi akhlak, Sebab, takkan pernah ada masa kini tanpa adanya masa lalu. Tanpa mempelajari masa lalu kita tidak akan mengetahui sejarah kebudayaan kita. Apalagi Riau akan menciptakan masyarakat agamis 2020



2 komentar:

  1. Terus di tambah makalah tentang melayunya...biar budaya melayu tambah dikenal orang

    BalasHapus